Selasa, 17 Juli 2018

Pola Asuh Anak VS Pola Asuh Cucu



Ketika sudah menikah banyak kan kasus rumah tangganya dicampuri oleh orangtua atau mertua. Tidak sedikit dari masalah tersebut menimbulkan hubungan yang merenggang antara anak-mertua atau anak-orangtua, ini sih udah termasuk ke hubungan yang kurang harmonis yaaa. Aturan sih orangtua tidak perlu mencampuri urusan rumah tangga anak-anaknya kecuali jika anaknya meminta saran atas sesuatu. Saya ambil salah satu contoh dalam mempraktekan pola asuh pada anak. Pola asuh anak VS pola asuh cucu. Banyak orangtua atau mertua yang ikut campur soal pola asuh ini mungkin mereka rindu mengurus anak kecil hehe tapi, banyak juga orangtua muda yang merasa terganggu akan hal tersebut. Missal nih ya orang tua muda membatasi anaknya untuk bermain gadget. Anak nangis minta main gadget, orangtua cuek aja karena mencoba teguh dalam prinsip pola asuh yang sudah disepakati dengan suami. Tapi, tiba-tiba si nenek (ibu mertua) datang lalu mengambil alih pola asuh, nenek memberikan anak gadget untuk bermain game agar ia tidak menangis lagi. HUHHH prinsip diawalpun menjadi acak-acakan. Contoh lainnya, orangtua muda melarang anaknya minum es krim sebab baru saja sembuh dari batuk pilek. Anak tantrum/ ngamuk nangis minta beli es krim, orangtua muda mencoba teguh pada prinsipnya. Tiba-tiba kakek dateng dan menuruti apa keinginan si cucu, tidak tanggung-tanggung kakek membelikan es krim sebanyak 5 buah untuk cucu tersayang. Haduuuh tepok jidat deh ya ortu mudanya wkwk. Hal ini biasa terjadi apalagi jika orangtua muda se-rumah dengan orangtua tua. Tapi inget ya tidak semua orangtua tua seperti ini loh.
Lalu bagaimana dong solusinya? Orangtua muda harus apaaa? Menurut Ibu Elly Risman dalam acara Indonesia Morning Show NET TV, beliau menjawab masalah ini harus dibicarakan dengan nenek-kakek dan yang harus berbicara adalah sang suami sebagai kepala keluarga mau itu bicara pada nenek-kakek(orangtuanya) ataupun nenek-kakek (mertuanya). Dan bicaranya pun harus dengan hati-hati, dengan nada suara yang rendah, dengan kalimat yang santun, pokoknya jangan sampe dengan bicara itu nenek-kakek jadi tersinggung, jangan!. Makanya yang bicara harus suami. Serta jangan lupa untuk selalu berdoa kepada Allah untuk melembutkan atau meluluhkan hati kakek-nenek.

Dampak Teknologi Modern Terhadap Perkembangan Anak



What do you think about gadget?
Menurut saya, gadget sendiri bisa menjadi alat atau media yang membawa dampak positif jika si pengguna dapat menggunakannya dengan bijak atau bahkan bisa membawa dampak negatif bagi si pengguna yang nachkal (kurang bijak). Terkadang orang dewasa pun masih sulit mengatur gadget agar tidak terlalu over dalam penggunaannya. Tapiiii, sekarang zamannya semua serba gadget, semua orang mungkin dari usia kandungan pun sudah di “jejelin” sama gadget ya (?) bagaimana tidak, ketika anak masih dalam kandungan si ibu mengisi hari-harinya dengan gadget, nge hp terooos yang seharusnya detika masa itu si ibu harus banyak mengajak ngobrol si anak bukan?. Lalu, waktu si anak sudah berusia batita atau balita orangtuanya langsung menghadiahkan gadget pada anaknya, supaya anaknya diem kalo anak diem ga nangis, orangtuanya bisa mengerjakan pekerjaan-pekerjaan lainnya tanpa ada tangisan anak yang mengganggu, atau agar si anak dapat makan dengan cepat tanpa hambatan wkwk.
Mari kita sedikit kupas tentang pengaruh media elektronik pada perkembangan anak (referensi dari video seminar parenting dr. Tiwi dan kawan-kawan -Youtube)
-Perkembangan Otak
Peningkatan area frontalis otak: memegang peranan IQ verbal yang rendah, berkaitan dengan emosi dan perkembangan area visual yang lebih besar. Sudah jelas bahwa jika anak terus diberi tontonan dari gadget maka kemampuan verbalnya kurang terasah sebab dia kan cuma menonton saja maka dari itu perkembangan area visualnya lebih besar yang mana seharusnya perkembangan motoric juga harus diasah
-Perkembangan Motorik
Anak itu sejatinya kegiatannya tuh banyak bermain, termasuk didalamnya mengasah keterampilan motorik. Jika anak hanya difasilitasi tontonan (gadget) tanpa adanya proses bermain yang melibatkan kegiatan fisik maka akan menurunkan keterampilan motoric seperti melempar, menangkap, menendang bola dan lain sebagainya. Umpamanya, seorang atlit tidak dapat jol wae tiba-tiba jadi atlit tanpa latihan bukan? Sama seperti keterampilan berolahraga pada anak tidak terjadi secara alamiah melainkan harus dipelajari dan dilatih. Ketika anak beraktivitas fisik membuat anak menyenangi olahraga dan permainan aktif secara fisik.
-Pertumbuhan Fisik
Setiap penambahan 1 jam menonton TV pada akhir pekan di usia 5 tahun meningkatkan resiko obesitas sebagnyak 7% pada usia 30 tahun (UK). Para meter kesehatan yang terkena dampak negative adalah indeks massa tubuh, kebugaran jantung dan paru, kolesterol dan kebiasaan merokok. Di Amerika Serikat, Australia dan Eropa juga menyimpulkan hal yang sama persentase anak-anak dengan kelebihan berat badan berkorelasi kuat dengan jumlah iklan per jam pada tayangan TV anak, khususnya yang mengiklankan makanan berenergi tinggi.
-Perkembangan Kognitif
Seringnya menonton hiburan dan program TV yang bukan diperuntukan untuk usia anak, diduga berperan terhadap penurunan kapasitas intelektual karena anak menjadi malas membaca dan belajar. Menurut saya, orang dewasa atau remaja pun kalo “disuguhin” TV ya pasti jadi anak pemalas gitu kan secraa ga langsung hehe. Jumlah jam menonton TV pada usia 1 dan 3 tahun disimpulkan berkaitan dengan munculnya gangguan pemusatan perhatian. Anak dengan kegiatan menonton TV atau gadget dengan berlebihan akan mencetak anak yang sulit berkonsntrasi dalam belajar atau bahkan anak memicu gangguan ADHD. Keterampilan non-akademis seperti pengendalian diri, empati, keterampilan social dan pemecahan masalah tidak dapat dipelajari melalui gadget karena membutuhkan aktivitas anak untuk mengeksplorasi lingkungannya, berinteraksi dengan orang lain dan teman-temannya serta bermain secara kreatif dan bebas. Cerita sedikit, saya punya keponakan usia 3 tahun dan orangtuanya memberikan fasilitas gadget kepadanya dan juga waktu penggunaannya ga pernah dibatasi. Ketika saya mengajak ngobrol dia, sekedar menanyakan sudah madi atau belum itu dia ga jawab, sampai saya mengulang pertanyaan tersebut 3x cuiii baru dia bisa respon jawab. Keterampilan bersosialisasinya jelek banget. Dia pun ketika bermain dengan teman sebayanya ga paham tentang berbagi dengan teman tuh seperti apa, egois anaknya. Karena gadget membuat banyak PR bagi orangtua.
-Perkembangan Bahasa Wicara
Ketika TV menyala maka kata-kata yang diucapkan orangtua jauh berkurang, para orangtua tidak banyak berbicara kepada anaknya dengan mengakibatkan kurangnya vokalisasi dan kurang adanya attachment serta yang terpenting adalah terdapat 500 sampai 1000 kata-kata yang berkurang untuk setiap jam TV yang menyala, jadi walaupun awalnya si anak memiliki perkembangan bahasa yang baik lalu di jejelin TV tanpa mengatur waktu menontonya akan mengurangi atau merusak perkembangan bahasa yang awalnya sudah baik tersebut. Tayangan yang miskin kata-kata (seperti teletubbies, larva kuning merah dan lain sebagainya) berkaitan dengan lambatnya penambahan kosakata anak. Anak dapat belajar lebih banyak ketika ada contoh nyatanya, ketika orang berbicara langsung kepada mereka secara nyata ketimbang berbicara melalui TV atau Video, karena anak kecil membutuhkan interaksi social yang nyata agar dapat mempelajari bahasa.
-Perkembangan Seksual
Hubungan seksual pertama ini berhubungan bermakna dengan tingginya waktu menonton TV dan tidak adanya pengawasan orangtua terhadap program TV. Tayangan TV dapat membangkitkan emosi dan aktivitas sistem syaraf yang membangkitkan respon dan perilaku tertentu pada seseorang sesuai konteksnya.

Note : Bahan penulisan artikel ini diambil dari video seminar dr. Tiwi dan kawan-kawan di Youtube, adapun jika penjelasan tersebut kurang jelas maka disarankan menonton video tsb:)

Kamis, 12 Juli 2018

Pengelolaan Sarana dan Prasarana Pendidikan



BAB I
PENDAHULUAN

I.I  Latar Belakang
Sekolah merupakan sebuah aktifitas besar yang didalamnya terdapat empat komponen yang saling berkaitan. Empat komponen yang dimaksud adalah Staf Tata Laksana Administrasi, Staf Teknis Pendidikan didalamnya ada Kepala Sekolah dan Guru, Komite sekolah sebagai badan independent yang membantu terlaksananya operasional pendidikan, dan siswa sebagai konsumen dengan tingkat pelayanan yang harus memadai. Hubungan tersebut harus sinergis, karena keberlangsungan operasional sekolah terbentuknya dari hubungan “simbiosis mutualis” komponen tersebut karena kebutuhan akan pendidikan demikian tinggi, tentulah harus dihadapi dengan kesiapan yang optimal.
Suatu lembaga akan dapat berfungsi dengan memadai jika memiliki sistem manajemen yang didukung dengan sumebr daya manusia (SDM), dana/biaya, dan saran prasarana. Sekolah sebagai satuan pendidikan juga harus memiliki tenaga (kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru, tenaga administratif, laboran, pustakawan, dan teknisi sumber belajar), sarana (buku pelajaran, buku sumber, buku pelengkap, buku perpustakaan, alat peraga, alat praktik, bahan dan ATK, perabot), dan prasarana (tanah, bangunan, lapangan olahraga), serta biaya yang mencakup biaya investasi (biaya untuk pengadaan bangunan, alat pendidikan, termasuk buku-buku dna biaya operasional).
Manajemen sekolah akan efektif dan efisien apabila didukung oleh sumber daya manusia yang profesional untuk mengoperasikan sekolah, kurikulum yang sesuia dengan tingkat perkembangan dan karakteristik siswa, kemampuan dan komitmen (tanggungjawab terhadap tugas) tenaga kependidikan yang handal, dan semuanya didukung sarana prasarana yang memadai untuk mendukung kegiatan belajar mengajar, dana yang cukup untuk menggaji staf sesuai fungsinya serta partisipasi masyarakat yang tinggi. bila salah satu hal yang diatas tidak sesuai dengan yang diharapkan atau tidak berfungsi sebagai mana mestinya maka efektivitas dan efisiensi pengelolaan sekolah kurang optimal. Dengan demikian harus ada keseimbangan antara komponen-komponen diatas. Untuk mencapai keseimbangan tersebut, diperlukan pengelolaan yang mengerti dan memahami prinsip-prinsip dalam pengelolaan sarana dan prasarana sekolah untuk tercapainya tujuan pendidikan tertentu.
Agar sarana pendidikan dapat difungsikan dengan baik, maka diperlukan manajemen sarana dan prasarana pendidikan. Dengan adanya manajemen sarana dan prasarana pendidikan, maka sekolah akan mampu mengelola sarana dan prasarana pendidikan secara lebih terkonsep dan terarah.

I.II  Rumusan Masalah
1.     Apakah itu sarana dan prasarana pendidikan?
2.     Apakah fungsi atau peran dari fasilitas dan sarana pendidikan?
3.     Apa sajakah jenis-jenis sarana dan prasarana pendidikan?
4.     Bagaimanakah sistem pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan?
5.     Bagaimanakah sarana dan prasarana pendidikan diproses?

I.III  Tujuan
1.     Mengetahui pengertian dari sarana dan prasarana pendidikan
2.     Menegetahui fungsi atau peran dari fasilitas dan sarana pendidikan
3.     Mengetahui jenis-jenis sarana pendidikan
4.     Memahami bagaimana sistem pengelolaan sarana dan prasaran      pendidikan
5.     Memahai proses dari sarana dan prasarana pendidikan


BAB II
PEMBAHASAN

II.I  Pengertian Sarana dan Prasarana Pendidikan
Ada dua istilah yang menunjukkan pemahaman sarana dan prasarana pendidikan. Pertama, Mauling (2006) mengistilahkan fasilitas adalah prasarana atau wahana untuk melakukan atau mempermudah sesuatu. Fasilitas bisa juga dianggap sebagai suatu alat. Fasilitas biasanya dihubungkan dalam pemenuhan suatu prasarana umum yang terdapat dalam suatu perusahaan atau organisasi tertentu. Wahyuningrum (2004:4) menyatakan bahwa, fasilitas adalah segala sesuatu yang dapat memudahkan dan melancarkan pelaksanaan suatu usaha. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa fasislitas merupakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam melakukan atau memperlancar suatu kegiatan.
Wahyuningrum (2004:5) juga membedakan fasilitas menjadi dua bagian, yaitu : (1) fasilitas fisik adalah segala sesuatu yang berupa benda atau yang dapat dibendakan, yang mempunyai peran dan dapat memudahkan dan melancarkan suatu usaha; (2) fasilitas ruang adalah segala sesuatu yang dapat memberi kemudahan suatu kegiatan sebagai akibat dari “nilai ruang”. Fasilitas pendidikan merupakan salah satu fasilitas sosial yang penting bagi penduduk. Fasilitas pendidikan bersama dengan fasilitas sosial lainnya, seperti fasilitas peribadatan, kesehatan, kependudukan, melayani kebutuhan penduduk akan kebutuhan yang memberi kepuasan sosial, emntal dan spiritual (Sudjarto, 1977). Sebagai salah satu fasilitas sosial, fasilitas pendidikan harus dimiliki oleh sutu lingkungan perumahan hingga ke skala yang lebih luas, sebab fasilitas sosial selalu dibutuhkan oleh semua penduduknya untuk melakukan kegiatan. Kedua, Ibrahim Bafadal (2003:2) mengungkapkan sarana pendidikan adalah semua perangkat peralatan, bahan, dan perabot yang secara langsung digunakan dalam proses pendidikan di sekolah.
Pada hakikatnya sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dan emnunjang proses pendidikan, khususnya proses belajar mengajar, seperti gedung, ruang kelas, meja, kursi, serta alat-alat dan media pengajaran. Adapun prasarana pendidikan adalah fasilitas yang secara tidka langsung menunjang jalannya proses pendidikan atau pengajaran, seperti halaman, kebun, ruang kantor, kantin, tempat parkir, toiletdan sebagainya (Mulyasa, 2007: 49). Pada prinsipnya sarana/prasarana pendidikan adalah  seperangkat penunjang utama dalam proses atau usaha pendidikan agar tujuan pendidikan tercapai, sedangkan sarana pendidikan adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat atau media dalam mencapai maksud atau tujuan pendidikan.
II.II  Fungsi atau Peran Fasilitas dan Sarana Pendidikan
Dilihat dari fungsi atau peranannya, sarana dapat dibedakan menjadi alat pelajaran, alat peraga, dan media pembelajaran. Prasarana pendidikan dapat diklasifikasikan menjadi dua macam. Pertama, prasarana yang secara langsung digunakan untuk proses belajar mengajar, seperti ruang teori, ruang perpustakaan, ruang praktik keterampilan dan ruang laboratorium. Kedua, prasarana yang keberadaannya tidak digunakan untuk proses belajar mengajar, tetapi secara langsung sangat menunjang terjadinya proses belajar mengajar. Contoh dari prasarana yang kedua ini adalah ruang kantor, ruang kepala sekolah, ruang guru, kamar kecil dan kantin sekolah.
II. III  Jenis Sarana dan Prasarana Pendidikan
Sarana dan prasarana pendidikan dapat digolongkan sebagai berikut:
1.     Ditinjau dari fungsinya terhadap proses belajar mengajar:
a.      Berfungsi tidak langsung (kehadirannya tidak sangat menetukan). Contoh: tanah, halaman, pagar, tanaman, gedung atau bangunan.
b.     Berfungsi langsung (kehadirannya sangat menentukan) terhadap proses belajar mengajar, seperti alat pelajaran, alat peraga, alat praktik dan media pendidikan.
2.     Ditinjau dari jenisnya:
a.      Fasilitas fisik atau fasilitas materiil, yaitu segala sesuatu yang berwujud benda mati atau dibendakan yang mempunyai peran untuk memudahkan atau melancarkan suatu usaha, seperti kendaraan, mesin tulis, komputer, perabot, alat peraga, model media dan sebagainya.
b.     Fasilitas nonfisik yaitu sesuatu yang bukan benda mati atau kurang dapat disebut benda atau diebndakan, yang mempunyai peranan untuk memudahkan atau melancarkan suatu usaha seperti manusia, jasa dan uang.
3.     Ditinjau dari sifat barangnya
a.      Barang bergerak atau barang berpindah atau dipindahkan, dikelompokkan menjadi barang habis pakai dan barang tak habis pakai. Barang habis pakai adalah barang yang susut volumenya ketika dipergunakan dan dalam jangka waktu tertentu barang tersebut dapat susut terus hingga habis atau tidak berfungsi lagi, seperti spidol, kapur tulis, tinta, kertas, penghapus, sapu, dan sebagainya.  (Keputusan Menteri Keuangan Nomor 225/ML/V/1971 tanggal 13 April 1971). Sedangkan barang tidak habis pakai adalah barang yang dapat dipakai berualng kali serta tidak susut volumenya ketika digunakan dalam jangka waktu yang relatif lama, tetapi ettap memerlukan perawatan agar selalu siap pakai untuk pelaksanaan tugas, seperti mesin tulis, komputer, mesin stensil, kendaraan, perabot, media pendidikan dan sebagainya.
b.     Barang tidak bergerak adalah barang yang tidak berpindah-pindah letaknya atau tidak bisa dipindahkan, seperti tanah, bangunan atau gedung, sumur, menara air dan sebagainya.
II.IV  Pengelolaan Sarana dan Prasarana Pendidikan
1.            Batasan Pengelolaan Sarana dan Prasarana Pendidikan
Pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan dapat didefinisikan sebagai proses kerja sama pendayagunaan semua sarana dan prasarana pendidikan secara efektif dan efisien (Bafadal, 2003). Definisi ini menunjukkan bahwa sarana dan prasarana yang ada di sekolah perlu didayagunakan dan dikelola untuk kepentingan proses pembelajaran di sekolah. Pengelolaan itu dimaksudkan agar penggunaan sarana dan prasarana di sekolah dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Pengelolaan sarana dan prasarana sekolah dilakukan melalui serangkaian roses yang dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan, pemeliharaan, dan pengawasan. Semua yang dibutuhkan oleh sekolah perlu direncanakan dengan cermat berkaitan dengan sarana dan prasarana yang mendukung semua proses pembelajaran. sarana pendidikan ini berkaitan erat dengan semua perangkat, peralatan, bahan dan perabot yang secara langsung digunakan dalam proses belajar mengajar. Adapun prasarana pendidikan berkaitan dengan semua perangkat kelengkapan dasar yang secara tidka langsung menunjang pelaksanaan proses pembelajaran di sekolah seperti ruang perpustakaan, kantor sekolah, UKS, ruang kapital=OSIS, tempat parkir, ruang laboratorium dna lain-lain.
2.      Tujuan Pengelolaan Sarana dan Prasarana Pendidikan
Tujuan pengelolaan sarana dan prasarana sekolah adalah memberikan pelayanan secara profesional berkaitan dengan sarana dan prasarana pendidikan agar proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Bafadal (2003) menjelaskan secara terperinci tentang tujuan pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan sebagai berikut:
1)     Mengupayakan pengadaan sarana dan prasarana sekolah melalui sistem perencanaan dan pengadaan yang hati-hati dan seksama sehingga sekolah memiliki sarana dan prasarana yang baik, sesuai dengan kebutuhan sekolah dengan dana yang efisien.
2)     Mengupayakan pemakaian sarana dna prasarana sekolah secara tepat dan efisien.
3)     Mengupayakan pemeliharaan  sarana dan prasarana pendidikan, sehingga keberadaannya sellau dalam kondisi siap pakai dalam setiap diperlukan oleh semua pihak sekolah.
Dengan demikian pengelolaan sarana dan rasarana yang bisa diharapkan dapat menciptakan sekolah yang bersih, rapi, indah, sehingga menciptakan kondisi yang menyenangkan bagi semua yang berada di sekolah. Disamping itu, diharapkan tersedianya alat-alat fasilitas belajar yang memadai secara kuantitatif, dan relevan dengan kebutuhan dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan proses pendidikan dan pengajaran baik oleh guru maupun peserta didik.
3.     Prinsip-Prinsip Pengelolaan Sarana dan Prasarana Pendidikan
Dalam mengelola sarana dan prasarana sekolah terdapat sejumlah prinsip yang perlu diperhatikan agar tujuan dapat dapat tercapai dengan maksimal. Prinsip-prinsip tersebut menurut Bafadal (2003) adalah sebagai berikut:
a)     Prinsip pencapaian tujuan, yaitu sarana dan prasarana pendidikan di sekolah harus selalu dalam kondisi siap pakai apabila akan didayagunakan oleh personel sekolah untuk pencapaian tujuan proses pembelajaran di sekolah.
b)     Prinsip efesiensi, pengadaan sarana dan prasarana pendidikan di skeolah harus dilakukan melalui perencanaan yang seksama, sehingga dapat menjadi sarana dan prasarana pendidikan yang baik dengna harga yang murah. Pemakaiannya harus dengan hati-hati sehingga mengurangi pemborosan.
c)     Prinsip administratif, yaitu pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah harus selalu memerhatikan undang-undang, peraturan, instruksi dan petunjuk teknis yang diberlakukan oleh pihak yang berwenang.
d)     Prinsip kejelasan tanggung jawab, yaitu pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah harus didelegasikan kepada personel sekolah yang mampu bertanggungjawab. Apabila melibatkan banyak personel sekolah dalam manajemennya, diperlukan adanya deskripsi tugas dan tanggungjawab yang jelas untuk setiap personel sekolah.
e)     Prinsip kekohesifan, yaitu pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan di skeolah harus direalisasikan dalam bentuk proses kerja sekolah yang sangat kompak.

II.V  Proses Pengelolaan Sarana dan Prasarana Pendidikan
Pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah berkaitan erat dengan aktivitas pengadaan, pendistribusian, penggunaan, pemeliharaan, penginventarisasian dan penghapusan sarana dan prasarana pendidikan. Hal ini menunjukkan perlu proses dan keahlian dalam mengelolanya. Tindakan preventif yang tepat akan sangat berguna bagi intansi yang berkaitan. Proses pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan yang akan dibahas berkaitan erat dengan (1) perencanaan sarana dan prasarana pendidikan; (2) pengadaan sarana dan prasarana pendidikan; (3) penginventarisasian sarana dan prasarana pendidikan (4) pengawasan dan pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan; dan (5) penghapusan sarana dan prasarana sekolah.
1.     Perencanaan Sarana dan Prasarana Pendidikan
Perencanaan sarana dan prasarana pendidikan merupakan proses analisis dan penetapan kebutuhan yang diperlukan dalam proses pembelajaran sehingga munculah istilah kebutuhan yang diperlukan (primer) dan kebutuhan yang menunjang (sekunder). Proses perencanaan in harus dilakukan dengan cermat dan teliti berkaitan dengan karakteristik sarana dan prasarana yang dibutuhkan, jumlah, jenis, dan kendala (manfaat yang didapatkan), beserta harganya. Jones (1969) menjelaskan bahwa perencanaan pengadaan perlengkapan pendidikan di sekolah harus diawali dengan analisis jenis pengalaman pendidikan yang diprogramkan di sekolah. Analisis tersebut menurut Sukarna (1987) adalah sebagai berikut:
a.      Menampung semua usulan pengadaan perlengkapan sekolah yang diajukan oleh setiap unit kerja dan atau menginventariskan kekurangan perlengkapan sekolah.
b.     Menyusun rencana kebutuhan perlengkapan sekolah untuk periode tertentu, misalnya untuk satu triwulan atau satu ajaran.
c.      Memadukan rencana kebutuhan yang telah disusun dengan perlengkapan yang tersedia sebelumnya.
d.     Memadukan rencana kebutuhan dengan dana atau anggaran sekolah yang tersedia. Dalam  hal ini, jika dana yang tersedia tidak mencukupi untuk pengadaan semua kebutuhan yang diperlukan perlu diadakan seleksi terhadap semua kebutuhan perlengkapan yang telah direncanakan dengan melihat urgensi setiap perlengkapan yang diperlukan. Semua perlengkapan yang urgen didaftar dan didahulukan pengadaannya.
e.      Memadukan rencana (daftar) kebutuhan perlengkapan yang urgen dengan dana atau anggaran yang tersedia. Dengan demikian perlu diadakan seleksi lagi dengan melihat skala prioritas.
f.      Penetapan rencana pengadaan akhir.

2.     Pengadaan Sarana dan Prasarana Pendidikan
Sistem pengadaan sarana dan prasarana sekolah dapat dilakukan dengan cara berikut:
a.      Dropping dari pemerintah. Hal ini merupakan bantuan yang diberikan pemerintah kepada sekolah. Bantuan ini sifatnya terbatas sehingga pengelola saran adan prasarana pendidikan di sekolah tetap harus mengusahakan dengan cara lain.
b.     Pengadaan sarana dan prasarana sekolah dengan cara membeli baik secara langsung maupun melalui pemesanan terlebih dahulu
c.      Permintaan sumbangan dari wali murid atau pengajuan proposal bantuan pengadaan sarana dan prasarana sekolah ke lembaga-lembaga social yang tidak mengikat.
d.     Pengadaan perlengkapan dengan cara menyewa atau meminjam ke tempat lain.
e.      Pengadaan perlengkapan sekolah dengan cara tukar-menukar barang yang dimiliki dengan barang lain yang dibutuhkan sekolah.

3.     Inventarisasi Sarana dan Prasarana Pendidikan
         Kegiatan inventarisasi sarana dan prasarana pendidikan di sekolah menurut Bafadal (2003) meliputi kegiatan berikut ini:
a. Pencatatan sarana dan prasarana sekolah dapat dilakukan dalam buku penerimaan barang, buku non-inventaris dna buku (kartu) stok barang.
b. Pembuatan kode khusus untuk perlengkapan yang tergolong barang inventaris. Caranya dengan membuat kode barang dan menempelkannya sebagai barang inventaris. Tujuannya adalah memudahkan semua pihak dalam mengenal kembali semua perlengkapan pendidikan di sekolah baik ditinjau dari kepemilikan, penanggungjawab maupun jenis golongannya. Biasanya kode barang itu berbentuk angka atau numeric yang menunjukkan departemen, lokasi sekolah dan barang.
c. Semua perlengkapan pendidikan di sekolah yang tergolong barang inventaris harus dilaporkan. Laporan tersebut disebut istilah laporan mutasi barang. Pelaporan dilakukan dalam periode tertentu sekali dalam satu triwulan. Dalam satu tahun ajaran misalnya, pelaporan dapat dilakukan pada bulan Juli, Oktober Januari, dan April tahun berikutnya.

4.     Pengawasan Sarana dan Prasarana Pendidikan
Pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen yang harus dilaksanakan oleh pimpinan organisasi. Berkaitan dengan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah, pengawasan berkaitan dengan pengontrolan dalam pemeliharaan atau pemberdayaan. Pengawasan terhadap sarana dan prasarana pendidikan di sekolah merupakan usaha yang ditempuh oleh pemimpin dalam membantu personel sekolah untuk menjaga atau memelihara dan memanfaatkan sarana dan prasarana sekolah dengan sebaik mungkin demi keberhasilan proses pembelajaran di sekolah.

5.     Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Pendidikan
Pemeliharaan terhadap sarana dan prasarana pendidikan di sekolah dilakukan untuk menjaga agar perlengkapan yang dibutuhkan oleh personel sekolah dalam kondisi siap pakai ini sangat membantu kelancaran proses pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah. Ditinjau dari sifat ataupun waktunya, terdapat beberapa macam pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah, yaitu : (a) pemeliharaan yang bersifat pengecekan, pencegahan dan perbaikan ringan dan perbaikan berat; (b) pemeliharaan sehari-hari (membersihkan ruang dan perlengkapannya) dan (c) pemeliharaan berkala, seperti pengecatan dinding, pemeriksaan bangku, genteng dan perabotan lainnya.
6.     Penghapusan Sarana dan Prasarana Pendidikan
Sebagai salah satu aktivitas dalam pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan, penghapusan bertujuan untuk:
a.      Mencegah dan membatasi kerugian yang lebih besar sebagai akibat pengeluaran dana untuk perbaikan perlengkapan yang rusak
b.     Menjegah terjadinya pemborosan biaya pengamanan yang tidak berguna lagi
c.      Membebaskan lembaga dari tanggungjawab pemiliharaan dan pengamanan
d.     Meringankan beban inventaris
Kepala sekolah memiliki kewenangan untuk melakukan penghapusan terhadap perlengkapan sekolah. Akan tetapi, perlengkapan yang akan dihapus harus memenuhi persyaratan penghapusan. Demikian pula prosedurnya harus mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku. Barang-barang yang memenuhi  syarat untuk dihapus adalah barang-barang dalam keadaan berikut:
a)  Rusak berat sehingga tidak dapat dimanfaatkan lagi
b)  Tidak sesuai dengan kebutuhan
c)   Tidak sesuai dengan zaman sehingga pengguanaannya tidak efisien lagi
d)  Terkena larangan
e)  Mengalami penyusutan di luar kekuasaan pengurus barang
f)   Pemeliharaan tidak seimbang dengan kegunaanya
g)  Berlebihan dan tidak digunakan lagi
h)  Dicuri
i)   Terbakar dan musnah akibat bencana alam.

Dalam penghapusan barang ini, kepala sekolah beserta stafnya mengelompokkan dan mendata barang-barang yang akan dihapus, kemudian mengajukan usulan penghapusan beserta lampiran jenis barang yang akan dihapus ke Dinas atau Depag. Setelah SK dari kantor pusat tentang penghapusan barang sesuai berita acara yang ada, penghapusan barang dapat dilakukan dengan cara pemusnahan atau pelelangan.


BAB III
PENUTUP
III.I  Kesimpulan
Sarana dan prasarana pendidikan merupakan salah satu sumber daya yang penting dan utama dalam menunjang proses pembelajaran di sekolah.Untuk itu, perlu dilakukan peningkatan dalam pendayagunaan dan pengelolaannya agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Setiap sekolah dituntut memiliki kemamdirian untuk mengatur dan mengururs kepentingan sekolah menurut kebutuhan dan kemampuan sendiri serta berdasarkan pada aspirasi dan partisipasi warga sekolah dengan tetap mengacu pada peraturan dan perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku.
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dengan dilakukannya perencanaan sarana dan prasarana pendidikan persekolahan, yaitu : (1) dapat membantu dalam menentukan tujuan; (2) meletakkan dasar-dasar dan mentukan langkah-langkah yang akan dilakukan; (3) menghilangkan ketidakpastian; dan (4) dapat dijadikan sebagai suatu pedoman atau dasar untuk melakukan pangawasan, pengendalian, dan penilaian agar nantinya kegiatan dapat berjalan secara efektif dan efisien. Inti manajemen sarana dan prasarana pendidikan ini adalah tugasnya untuk mengatur dan menjaga sarana dan prasarana pendidikan agar memberikan konstribusi secara optimal dan berarti pada jalannya proses pendidikan.

III.II Saran
Sebagai calon pendidik diharapkan mampu mengelola atau menggunakan sarana dan prasarana dalam proses belajar mengajar agar siswa dapat memahami dan aktif dalam lingkungan sekolahnya. Begitupun saat menggunakan sarana dan prasarana pendidikan harus disesuaikan dengan kriteria siswa yang dididik. Semua anggota sekolah harus bersama-sama menjaga atau memelihara saran prasarana yang ada di sekolah.

DAFTAR PUSTAKA
B. Suryobroto. 2004. Manajemen Pendidikan Sekolah, Jakarta: PT Rineka Cipta.
Rusdiana. 2015. Pengelolaan Pendidikan. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Nugraha, Oki Sakti. 2013. Pengelolaan Sarana dan Prasarana Pendidikan. [online] https://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/11/15/pengelolaan-sarana-dan-prasarana-pendidikan/ . Diakses pada 9 Mei 2018.