Rabu, 15 Agustus 2018

Renungan Bolak-Balik



Orangtua dari balita…
Maafkan kami ya, Nak. Kami terpaksa menyerahkan
dan membesarkan hanya dengan pembantu di rumah
saat kamu masih balita. Kami, kan, sibuk kerja.
Mau bagaimana lagi, daripada tidak ada yang menjaga?
Kami hanya ingin memastikan ada yang mengurus kebutuhanmu.
Demi kamu sendiri.

Anak dari lansia…
Maafkan kami ya, Pa-Ma. Kami terpaksa memakai jasa
panti jompo untuk menjaga Papa-Mama. Kami, kan, sibuk bekerja.
Mau bagaimana lagi, daripada tidak ada yang menjaga?
Kami hanya ingin memastikan ada yang menguruss kebutuhan Papa-Mama.
Demi Papa-Mama sendiri.

­­­­­­­­_______
Anak : “ Papa, jam berapa pulang?”
Orangtua : “Papa tidak tahu, Nak! Kamu tahu, Papa kan sibuk!”
Anak : “Tapi pa, boleh duduk bentar, ceritakan sebuah kisah untukku!"
Orangtua : “Iya, tapi Papa tak bisa. Maafkan Papa ya Nak. Papa sudah ada janji di kantor.”

_____
Setelah Papa pensiun…
Orangtua : “Nak, kapan kamu akan pulang?”
Anak : “Aku tidak tahu, Pa! Papa tahu, kerjaanku bagitu menyita waktu.”
Orangtua : “Nak, mau kemana? Boleh duduk bicara sebentar dengan Papa?”
Anak : “ Iya, tapi aku tak bisa. Maafkan aku ya Pa. aku sudah ada janji dengan kawan.”
____
Orangtua saat kelahiran anak…
Sungguh perasaan haru melihat kelahiran anak kami. Oh ya, ustadz,
Ustadzah, apa yang harus kami lakukan setelah anak kami lahir?
Boleh bantu doakan? Boleh bantu guntingkan rambutnya?
Boleh bantu aqiqahkan? Sekalian kalau sudah tumbuh besar nanti
Tolong ajarkan Al-Quran! Karena kami kurang mengerti,
Kami belum mempersiapkan ilmu mendidik anak kami.
Insya Allah, bayaran bisa di belakang!

Anak saat kematian orangtua…
Sungguh perasaan ini sedih ditinggalkan orangtua kami.
Oh ya, Ustadz, Ustadzah, boleh bantu kami mandikan orangtua kami?
Kafankan orangtua kami? Shalatkan orangtua kami? Kuburkan orangtua jenazah
orangtua kami? Sekalian nanti kalau sudah selesai tolong tahlilkan
ya, orangtua kami! Karena kami kurang mengerti, kami belum siap
ditinggalkan orangtua kami. Insya Allah, bayaran bisa di belakang!

____
Balita : “ ini warna apa, Ma?”
Orangtua : “ Putih, sayang”
Anak : “Warna apa?
Orangtua : “Putih…”
Anak : “ Warna apa?”
Orangtua : “Pu…tih…”
Anak : “ Apa?”
Orangtua : “Putih!”
Anak : “ Apa?”
Orangtua : “Aduh.. putih, putih, putih. Jangan Tanya berulang-ulang begitu, Kamu pura-pura nggak denger ya? Jangan buat Mama kesel, dong!

45 tahun kemudian….
Lansia : “ Ini warna apa, Nak?”
Anak : “ Putih Mama..”
Lansia : “ Warna Apa?”
Anak : “ Putih…”
Lansia : “ Warna apa?”
Anak : “ Pu… tih…”
Lansia : “ Apa?”
Anak : “ Putih!”
Lansia : “ Apa?”
Anak : “ Aduh… putih, putih, putih. Jangan tanya berulang-ulang begitu. Mama ini pura-pura nggak denger apa? Jangan buat aku kesel, dong!


Sumber Buku :  Yuk, Jadi Orangtua Shalih! Karya Ihsan Baihaqi

Selasa, 17 Juli 2018

Pola Asuh Anak VS Pola Asuh Cucu



Ketika sudah menikah banyak kan kasus rumah tangganya dicampuri oleh orangtua atau mertua. Tidak sedikit dari masalah tersebut menimbulkan hubungan yang merenggang antara anak-mertua atau anak-orangtua, ini sih udah termasuk ke hubungan yang kurang harmonis yaaa. Aturan sih orangtua tidak perlu mencampuri urusan rumah tangga anak-anaknya kecuali jika anaknya meminta saran atas sesuatu. Saya ambil salah satu contoh dalam mempraktekan pola asuh pada anak. Pola asuh anak VS pola asuh cucu. Banyak orangtua atau mertua yang ikut campur soal pola asuh ini mungkin mereka rindu mengurus anak kecil hehe tapi, banyak juga orangtua muda yang merasa terganggu akan hal tersebut. Missal nih ya orang tua muda membatasi anaknya untuk bermain gadget. Anak nangis minta main gadget, orangtua cuek aja karena mencoba teguh dalam prinsip pola asuh yang sudah disepakati dengan suami. Tapi, tiba-tiba si nenek (ibu mertua) datang lalu mengambil alih pola asuh, nenek memberikan anak gadget untuk bermain game agar ia tidak menangis lagi. HUHHH prinsip diawalpun menjadi acak-acakan. Contoh lainnya, orangtua muda melarang anaknya minum es krim sebab baru saja sembuh dari batuk pilek. Anak tantrum/ ngamuk nangis minta beli es krim, orangtua muda mencoba teguh pada prinsipnya. Tiba-tiba kakek dateng dan menuruti apa keinginan si cucu, tidak tanggung-tanggung kakek membelikan es krim sebanyak 5 buah untuk cucu tersayang. Haduuuh tepok jidat deh ya ortu mudanya wkwk. Hal ini biasa terjadi apalagi jika orangtua muda se-rumah dengan orangtua tua. Tapi inget ya tidak semua orangtua tua seperti ini loh.
Lalu bagaimana dong solusinya? Orangtua muda harus apaaa? Menurut Ibu Elly Risman dalam acara Indonesia Morning Show NET TV, beliau menjawab masalah ini harus dibicarakan dengan nenek-kakek dan yang harus berbicara adalah sang suami sebagai kepala keluarga mau itu bicara pada nenek-kakek(orangtuanya) ataupun nenek-kakek (mertuanya). Dan bicaranya pun harus dengan hati-hati, dengan nada suara yang rendah, dengan kalimat yang santun, pokoknya jangan sampe dengan bicara itu nenek-kakek jadi tersinggung, jangan!. Makanya yang bicara harus suami. Serta jangan lupa untuk selalu berdoa kepada Allah untuk melembutkan atau meluluhkan hati kakek-nenek.

Dampak Teknologi Modern Terhadap Perkembangan Anak



What do you think about gadget?
Menurut saya, gadget sendiri bisa menjadi alat atau media yang membawa dampak positif jika si pengguna dapat menggunakannya dengan bijak atau bahkan bisa membawa dampak negatif bagi si pengguna yang nachkal (kurang bijak). Terkadang orang dewasa pun masih sulit mengatur gadget agar tidak terlalu over dalam penggunaannya. Tapiiii, sekarang zamannya semua serba gadget, semua orang mungkin dari usia kandungan pun sudah di “jejelin” sama gadget ya (?) bagaimana tidak, ketika anak masih dalam kandungan si ibu mengisi hari-harinya dengan gadget, nge hp terooos yang seharusnya detika masa itu si ibu harus banyak mengajak ngobrol si anak bukan?. Lalu, waktu si anak sudah berusia batita atau balita orangtuanya langsung menghadiahkan gadget pada anaknya, supaya anaknya diem kalo anak diem ga nangis, orangtuanya bisa mengerjakan pekerjaan-pekerjaan lainnya tanpa ada tangisan anak yang mengganggu, atau agar si anak dapat makan dengan cepat tanpa hambatan wkwk.
Mari kita sedikit kupas tentang pengaruh media elektronik pada perkembangan anak (referensi dari video seminar parenting dr. Tiwi dan kawan-kawan -Youtube)
-Perkembangan Otak
Peningkatan area frontalis otak: memegang peranan IQ verbal yang rendah, berkaitan dengan emosi dan perkembangan area visual yang lebih besar. Sudah jelas bahwa jika anak terus diberi tontonan dari gadget maka kemampuan verbalnya kurang terasah sebab dia kan cuma menonton saja maka dari itu perkembangan area visualnya lebih besar yang mana seharusnya perkembangan motoric juga harus diasah
-Perkembangan Motorik
Anak itu sejatinya kegiatannya tuh banyak bermain, termasuk didalamnya mengasah keterampilan motorik. Jika anak hanya difasilitasi tontonan (gadget) tanpa adanya proses bermain yang melibatkan kegiatan fisik maka akan menurunkan keterampilan motoric seperti melempar, menangkap, menendang bola dan lain sebagainya. Umpamanya, seorang atlit tidak dapat jol wae tiba-tiba jadi atlit tanpa latihan bukan? Sama seperti keterampilan berolahraga pada anak tidak terjadi secara alamiah melainkan harus dipelajari dan dilatih. Ketika anak beraktivitas fisik membuat anak menyenangi olahraga dan permainan aktif secara fisik.
-Pertumbuhan Fisik
Setiap penambahan 1 jam menonton TV pada akhir pekan di usia 5 tahun meningkatkan resiko obesitas sebagnyak 7% pada usia 30 tahun (UK). Para meter kesehatan yang terkena dampak negative adalah indeks massa tubuh, kebugaran jantung dan paru, kolesterol dan kebiasaan merokok. Di Amerika Serikat, Australia dan Eropa juga menyimpulkan hal yang sama persentase anak-anak dengan kelebihan berat badan berkorelasi kuat dengan jumlah iklan per jam pada tayangan TV anak, khususnya yang mengiklankan makanan berenergi tinggi.
-Perkembangan Kognitif
Seringnya menonton hiburan dan program TV yang bukan diperuntukan untuk usia anak, diduga berperan terhadap penurunan kapasitas intelektual karena anak menjadi malas membaca dan belajar. Menurut saya, orang dewasa atau remaja pun kalo “disuguhin” TV ya pasti jadi anak pemalas gitu kan secraa ga langsung hehe. Jumlah jam menonton TV pada usia 1 dan 3 tahun disimpulkan berkaitan dengan munculnya gangguan pemusatan perhatian. Anak dengan kegiatan menonton TV atau gadget dengan berlebihan akan mencetak anak yang sulit berkonsntrasi dalam belajar atau bahkan anak memicu gangguan ADHD. Keterampilan non-akademis seperti pengendalian diri, empati, keterampilan social dan pemecahan masalah tidak dapat dipelajari melalui gadget karena membutuhkan aktivitas anak untuk mengeksplorasi lingkungannya, berinteraksi dengan orang lain dan teman-temannya serta bermain secara kreatif dan bebas. Cerita sedikit, saya punya keponakan usia 3 tahun dan orangtuanya memberikan fasilitas gadget kepadanya dan juga waktu penggunaannya ga pernah dibatasi. Ketika saya mengajak ngobrol dia, sekedar menanyakan sudah madi atau belum itu dia ga jawab, sampai saya mengulang pertanyaan tersebut 3x cuiii baru dia bisa respon jawab. Keterampilan bersosialisasinya jelek banget. Dia pun ketika bermain dengan teman sebayanya ga paham tentang berbagi dengan teman tuh seperti apa, egois anaknya. Karena gadget membuat banyak PR bagi orangtua.
-Perkembangan Bahasa Wicara
Ketika TV menyala maka kata-kata yang diucapkan orangtua jauh berkurang, para orangtua tidak banyak berbicara kepada anaknya dengan mengakibatkan kurangnya vokalisasi dan kurang adanya attachment serta yang terpenting adalah terdapat 500 sampai 1000 kata-kata yang berkurang untuk setiap jam TV yang menyala, jadi walaupun awalnya si anak memiliki perkembangan bahasa yang baik lalu di jejelin TV tanpa mengatur waktu menontonya akan mengurangi atau merusak perkembangan bahasa yang awalnya sudah baik tersebut. Tayangan yang miskin kata-kata (seperti teletubbies, larva kuning merah dan lain sebagainya) berkaitan dengan lambatnya penambahan kosakata anak. Anak dapat belajar lebih banyak ketika ada contoh nyatanya, ketika orang berbicara langsung kepada mereka secara nyata ketimbang berbicara melalui TV atau Video, karena anak kecil membutuhkan interaksi social yang nyata agar dapat mempelajari bahasa.
-Perkembangan Seksual
Hubungan seksual pertama ini berhubungan bermakna dengan tingginya waktu menonton TV dan tidak adanya pengawasan orangtua terhadap program TV. Tayangan TV dapat membangkitkan emosi dan aktivitas sistem syaraf yang membangkitkan respon dan perilaku tertentu pada seseorang sesuai konteksnya.

Note : Bahan penulisan artikel ini diambil dari video seminar dr. Tiwi dan kawan-kawan di Youtube, adapun jika penjelasan tersebut kurang jelas maka disarankan menonton video tsb:)